DIAGNOSIS YANG TERLAMBAT PADA PASIEN AIDS
DIAGNOSIS YANG TERLAMBAT PADA PASIEN HIV
Pasien dengan penyakit terdefinisi AIDS waktu didiagnosis HIV memiliki tingkat mortalitas yang tinggi. Para peneliti berpendapat bahwa hasil penelitian mereka menunjukkan pentingnya diagnosis HIV secara lebih dini. Namun mereka menemukan bahwa pasien yang terlambat didiagnosis mencapai viral load tidak terdeteksi dan peningkatan jumlah CD4 di atas tingkat kunci dalam jumlah yang bermakna,setelah mulai memakai ART.
Jumlah penyakit dan kematian terkait HIV turun secara bermakna setelah pengobatan HIV (terapi antiretroviral/ART) ditemukan pada akhir 1990an. Banyak dari kematian tersebut yang muncul pada pasien yang terlambat didiagnosis HIV, waktu mereka sudah sakit HIV berat.
Tim peneliti internasional dari Eropa dan Kanada berharap dapat lebih memahami ciri-ciri pasien yang sudah sakit dengan penyakit terdefinisi AIDS waktu didiagnosis HIV, hasilnya (pengembangan menjadi penyakit lain yang terdefinisi AIDS atau kematian) dan tanggapan pada ART.
Data mengungkapkan bahwa jumlah CD4 rata-rata waktu didiagnosis HIV adalah begitu rendah dengan median jumlah CD4 42, dan median viral load waktu didiagnosis adalah 120.000.
Dua penyakit terdefinisi AIDS yang paling umum waktu didiagnosis HIV adalah PCP (35%) dan TB (22%), diikuti oleh kandida (12%), sarkoma Kaposi (KS) dan toksoplasmosis (masing-masing 9%), CMV (7%) serta limfoma (4%).
Kematian terjadi pada median 21 hari setelah diagnosis HIV di antara pasien yang tidak menerima ART, dan median 13 bulan setelah diagnosis HIV di antara pasien yang menerima ART.
Satu-satunya faktor pada awal yang dikaitkan dengan risiko kematian yang lebih tinggi adalah usia yang lebih tua (p = 0,0001) dan viral load yang lebih tinggi (p = 0,002).
ART dimulai oleh 624 pasien (82%). ART dimulai pada median 31 hari setelah diagnosis HIV. Pengobatan dimulai lebih cepat pada pasien yang didiagnosis pada yang lebih tua atau menderita KS waktu didiagnosis. Pasien dengan TB waktu didiagnosis mulai pengobatan lebih lambat secara bermakna dibandingkan pasien lain. Para peneliti berpendapat bahwa hal ini karena dokter yang mengobati ingin mencegah munculnya sindrom pemulihan kekebalan (immune reconstitution inflammatory syndrome/IRIS).
Median jumlah CD4 waktu pengobatan dimulai adalah 41. Dua pertiga pasien mulai ART dengan kombinasi yang berbasis PI, 25% mulai dengan rejimen yang berbasis NNRTI. Satu dari sepuluh pasien mulai ART dengan rejimen tiga jenis NRTI, kombinasi obat yang terungkap sebagai suboptimal selama masa tindak lanjut.
Sebagian besar (505, 89%) pasien yang memakai ART memiliki paling sedikit satu kali pengukuran viral load yang di bawah 500. Viral load turun ke tingkat tersebut pada median 90 hari setelah ART dimulai.
Satu-satunya faktor yang secara bermakna dikaitkan dengan peningkatan kemungkinan mencapai viral load di bawah tingkat ini adalah satu tahun sejak ART dimulai (2003/2004, p = 0,004), dan viral load pada awal yang lebih rendah (p = 0,01).
Viral load kemudian meningkat kembali pada 186 (37%) orang. Faktor yang secara bermakna dikaitkan dengan peningkatan viral load tersebut termasuk pengobatan rejimen tiga jenis NRTI (p = 0,04), TB waktu didiagnosis HIV (p = 0,001) dan diagnosis sebelum 1999 (p = 0,003). Faktor yang dikaitkan dengan risiko yang lebih rendah terhadap peningkatan viral load termasuk pengobatan yang berbasis PI (p = 0,02), diagnosis pada 2003/2004 (p = 0,03), waktu ART yang lebih manjur dan lebih dapat ditahan tersedia, dan diagnosis pada usia yang lebih tua (p = 0,0006).
Dalam tiga bulan setelah mulai ART, median jumlah CD4 meningkat menjadi 111 dan satu tahun setelah memakai ART, median jumlah CD4 adalah 211. Di antara 587 pasien yang jumlah CD4-nya di bawah 200 waktu didiagnosis, 58% memiliki jumlah CD4 di atas angka tersebut selama dua kali berturut-turut dalam median satu tahun, dan dua bulan setelah mulai ART.
“Penelitian menyoroti kenyataan bahwa pasien yang pertama kali dirawat dengan AIDS lebih mungkin untuk tetap memiliki masalah klinis selama beberapa waktu selanjutnya dan kematian tetap umum pada kelompok tersebut,” para peneliti menyimpulkan, menambahkan “diperlukan langkah untuk mendorong tes dan diagnosis HIV lebih dini di antara seluruh kelompok serta meningkatkan kesadaran klinis tentang kemungkinan diagnosis AIDS di antara orang yang dianggap tidak berisiko terhadap infeksi HIV.”