Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

RISIKO SERANGAN JANTUNG PADA ODHA

RISIKO SERANGAN JANTUNG PADA ODHA


Penelitian menemukan bahwa infeksi HIV dan tingkat protein C-reaktif (CRP) terkait dengan peningkatan risiko serangan jantung. 

Hal itu berarti bahwa tingkat CRP secara independen dapat dipakai untuk menghitung risiko serangan jantung dan semata-mata bukan ‘tanda’ risiko yang disebabkan oleh HIV itu sendiri.

Para peneliti menemukan bahwa memiliki peningkatan tingkat CRP menambah risiko serangan jantung sebanyak lebih dari dua kali lipat sementara memiliki infeksi HIV risikonya kurang dari dua kali lipat. 

Maka, tidak mengherankan, memiliki kedua faktor risiko tersebut meningkatkan risiko lebih dari empat kali lipat dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki peningkatan CRP maupun infeksi HIV.

Memiliki peningkatan tingkat CRP saja tidak dikaitkan dengan infeksi HIV, CRP dihasilkan oleh sel hati yang menanggapi isyarat dari sitokin (zat kimia yang memberi isyarat pada kekebalan) interleukin-6 (IL-6). CRP mengikat unsur selaput sel dan bakteri, dan memulai proses di mana bakteri dan sel yang terinfeksi disasar untuk diremukkan. Peningkatan tingkat CRP sampai dengan 50.000 kali lipat pada infeksi atau cedera apa pun yang menyebabkan peradangan dan dipakai sebagai tes baku terhadap peradangan akut, dengan batas tertinggi CRP yang normal adalah 5-6mg/l.

Tes CRP yang lebih peka dipakai untuk mendeteksi peradangan ringan tetapi kronis dan sebagai salah satu tes yang dapat memprediksi risiko seseorang terhadap penyakit kardiovaskular. Tingkat CRP secara tetap di atas 1mg/l (artinya tidak menanggapi infeksi akut) dikaitkan dengan peningkatan risiko serangan jantung.

Para peneliti ingin menentukan apakah tingkat CRP juga dapat dipakai sebagai prediktor risiko serangan jantung pada Odha. Temuan dari penelitian sebelumnya menemukan bahwa protein peradangan, termasuk IL-6, meningkat secara bermakna pada Odha yang tidak memakai pengobatan, dan tampak dikaitkan dengan peningkatan kejadian penyakit jantung. Penelitian ini menemukan bahwa proses tersebut tampak mulai sangat segera setelah infeksi HIV.

Para peneliti meneliti rekam medis untuk menemukan pasien yang pernah mengalami serangan jantung(acute myocardial infarction/AMI) dan yang memiliki infeksi HIV dan/atau menjalani tes CRP lebih dari satu minggu dan kurang dari tiga tahun sebelum mengalami serangan jantung. 

Para peneliti menemukan bahwa hampir 70.000 pasien memiliki hasil tes CRP, 7.100 terinfeksi HIV, dan hampir 500 dengan keduanya. Tenggang waktu rata-rata antara tes CRP dan mengalami serangan jantung adalah 199 hari pada Odha dan 176 pada pasien HIV negatif.

Pasien Odha lebih mungkin mengalami peningkatan tingkat CRP dibandingkan dengan pasien HIV negatif: 59% banding 39%. Dalam analisis univariat, CRP tinggi melipatgandakan risiko serangan jantung sebanyak 2,51 dan infeksi HIV sebanyak 2,07.

Kemudian para peneliti melakukan berbagai analisis multivariat untuk melihat apakah risiko tersebut menggantikan tanda risiko serangan jantung yang lain, misalnya usia, jender, tekanan darah tinggi, diabetes, dislipidemia (tingkat lemak darah yang tinggi) atau ras. Menyesuaikan terhadap faktor tersebut hanya menghasilkan perbedaan yang sangat kecil dalam model yang menyesuaikan terhadap semuanya, tingkat CRP tinggi tetap dikaitkan dengan risiko serangan jantung 2,13 kali lipat dan infeksi HIV 1,93 kali lipat.

Odha lebih berisiko terhadap serangan jantung dibandingkan dengan pasien HIV-negatif. Sebagai contoh, 57% merokok dibandingkan dengan 35% pasien HIV-negatif. Namun, memiliki tingkat CRP tinggi tampak lebih independen dari kebanyakan faktor lain; misalnya sama sekali tidak ada perbedaan tingkat CRP pada pasien HIV-positif yang merokok dan yang tidak merokok, dan perbedaan yang sangat kecil pada pasien HIV-negatif.

Satu-satunya petunjuk faktor terkait HIV yang mungkin mempengaruhi tingkat CRP adalah para peneliti menemukan sedikit peningkatan risiko terhadap tingkat CRP yang tinggi pada pasien yang memakai PI:67% pada pasien HIV-positif yang memakai PI memiliki tingkat CRP yang tinggi dibandingkan 39% pada pasien yang tidak memakai PI. 

Perbedaan tersebut tidak diamati pada golongan antiretroviral (ARV) lain. Walau penelitian ini terlalu kecil untuk menemukan penyebab atau hubungan dengan setiap jenis ARV, penelitian itu menambah bukti bahwa penggunaan PI tampak terkait dengan peningkatan risiko serangan jantung setelah beberapa waktu.

bahwa temuan mereka “menyoroti kebutuhan peninjauan yang lebih mendalam terhadap nilai prognostik CRP terhadap AMI pada populasi HIV.”