Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

SEKILAS PENYAKIT INFEKSI TUBERCULOSIS



Micobacterium tuberculosis (TB) telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia. Di negara berkembang kematian ini merupakan 25% dari kematian penyakit yang sebenarnya dapat diadakan pencegahan. Diperkirakan 95% penderita TB berada di negara-negara berkembang, Dengan munculnya epidemi HIV/AIDS di dunia jumlah penderita TB akan meningkat. 

Kematian wanita karena TB lebih banyak dari pada kematian karena kehamilan, persalinan serta nifas. WHO mencanangkan keadaan darurat global untuk penyakit TB, karena diperkirakan sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman TB.

TB kembali muncul sebagai penyebab kematian utama setelah penyakit jantung dan saluran pernafasan. Penyakit TB paru, masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. 

Hasil survey kesehatan menunjukkan bahwa tuberkulosis merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernapasan pada semua golongan usia dan nomor I dari golongan infeksi. Sedangkan kematian karena TB diperkirakan 175.000 per tahun.

Penyakit TB menyerang sebagian besar kelompok usia kerja produktif, penderita TB kebanyakan dari kelompok sosio ekonomi rendah. Cakupan penderita TB Paru dengan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse Chemotherapy) atau pengawasan langsung menelan obat jangka pendek/setiap hari- baru mencapai 36% dengan angka kesembuhan 87%. 

Karena pengobatan yang tidak teratur dan kombinasi obat yang tidak cukup dimasa lalu kemungkinan telah timbul kekebalan kuman TB terhadap OAT (obat anti tuberkulosis) secara meluas atau multi drug resistance (MDR).

Definisi :

Penyakit Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis), sebagian besar kuman TB menyerang Paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.

Kuman Tuberkulosis :

Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan, Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA), kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat Dormant, tertidur lama selama beberapa tahun.

Cara Penularan :

Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif. 

Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman keudara dalam bentuk Droplet (percikan Dahak). 

Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan diudara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran pernapasan. 

Selama kuman TB masuk kedalam tubuh manusia melalui pernapasan, kuman TB tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran linfe,saluran napas, atau penyebaran langsung kebagian-nagian tubuh lainnya.

Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. 

Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular.

Kemungkinan seseorang terinfeksi TB ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.

Resiko Penularan :

Resiko penularan setiap tahun (Annual Risk of Tuberculosis Infection = ARTI) dianggap cukup tinggi dan bervariasi antara 1 sampai 2%. Pada daerah dengan ARTI sebesar 1%, berarti setiap tahun diantara 1000 penduduk, 10 (sepuluh) orang akan terinfeksi. 

Sebagian besar dari orang yang terinfeksi tidak akan menjadi penderita TB, hanya 10% dari yang terinfeksi yang akan menjadi penderita TB. 

Dari keterangan tersebut diatas, dapat diperkirakan bahwa daerah dengan ARTI adalah 1%, maka diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 100 (seratus) penderita tuberkulosis setiap tahun, dimana 50% penderita adalah BTA positif. 

Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi penderita TB adalah daya tahan tubuh yang rendah diantaranya karena gizi buruk atau HIV/AIDS.

RIWAYAT TERJADINYA TUBERKULOSIS

Infeksi Primer :

Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TB. 

Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosillier bronkus, dan terus berjalan sehinga sampai di alveolus dan menetap disana. 

Infeksi dimulai saat kuman TB berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan diri di Paru, yang mengakibatkan peradangan di dalam paru, saluran linfe akan membawa kuman TB ke kelenjar linfe disekitar hilus paru, dan ini disebut sebagai kompleks primer. 

Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer adalah 4-6 minggu.

Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberkulin dari negatif menjadi positif.

Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). 

Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman TB. Meskipun demikian, ada beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persister atau dormant (tidur). 

Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu menghentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang bersangkutan akan menjadi penderita Tuberkulosis. 

Masa inkubasi, yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan.

Tuberkulosis Pasca Primer (Post Primary TB) :

Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan infeksi HIV atau status gizi yang buruk. 

Ciri khas dari tuberkulosis pasca primer adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura.

Komplikasi Pada Penderita Tuberkulosis :

Komplikasi berikut sering terjadi pada penderita stadium lanjut :

Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan napas.

Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.

Bronkiectasis dan Fibrosis pada paru.

Pneumotoraks spontan/kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru.

Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal dan sebagainya. 

Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency).

Penderita yang mengalami komplikasi berat perlu dirawat inap di rumah sakit.

Penderita TB paru dengan kerusakan jaringan luas yang telah sembuh (BTA negatif) masih bisa mengalami batuk darah. 

Keadaan ini seringkali dikelirukan dengan kasus kambuh. 

Pada kasus seperti ini, pengobatan dengan OAT tidak diperlukan, tapi cukup diberikan pengobatan simptomatis. 

Bila perdarahan berat, penderita harus dirujuk ke unit spesialistik.

Perjalanan Alamiah TB yang Tidak Diobati :

Tanpa pengobatan, setelah lima tahun, 50% dari penderita TB akan meninggal, 25% akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh tinggi, dan 25% sebagai kasus Kronik yang tetap menular.

Pengaruh Infeksi HIV :

Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler (Cellular Immunity), sehingga jika terjadi infeksi oportunistik, seperti tuberkulosis, maka yang bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan mengakibatkan kematian. 

Bila jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah penderita TB akan meningkat, dengan demikian penularan TB di masyarakat akan meningkat pula.

Gejala - gejala Tuberkulosis

Gejala Umum :

Batuk terus menerus dan berdahak selama 3 (tiga) minggu atau lebih. 

Gejala Lain Yang Sering Dijumpai :

Dahak bercampur darah.

Batuk darah.

Sesak napas dan rasa nyeri dada.

Badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan, demam meriang lebih dari sebulan.

Sebagian besar diagnosis tuberkulosis anak didasarkan atas gambaran klinis, gambaran radiologis dan uji tuberkulin.

Diagnosis Tuberkulosis (TB).

Diagnosis Tuberkulosis Pada Orang Dewasa.

Diagnosis TB paru pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan ditemukannya BTA pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis. 

Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari tiga SPS BTA hasilnya positif.

Bila hanya 1 spesimen yang positif perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut yaitu foto rontgen dada atau pemeriksaan spesimen SPS diulang.

Kalau hasil rontgen mendukung TB, maka penderita diidagnosis sebagai penderita TB BTA positif.

Kalau hasil rontgen tidak mendukung TB, maka pemeriksaan lain, misalnya biakan.

Apabila fasilitas memungkinkan, maka dapat dilakukan pemeriksaan lain, misalnya biakan.

Bila tiga spesimen dahak negatif, diberikan antibiotik spektrum luas (misalnya kotrimoksasol atau Amoksisilin) selama 1-2 minggu. 

Bila tidak ada perubahan, namun gejala klinis tetap mencurigakan TB, ulangi pemeriksaan dahak SPS :
Kalau hasil SPS positif, didiagnosis sebagai penderita TB BTA positif.

Kalau hasil SPS tetap negatif, lakukan pemriksaan foto rontgen dada, untuk mendukung diagnosis TB.

- Bila hasil rontgen mendukung TB, diagnosis sebagai penderita TB BTA negatif rontgen positif.

- Bila hasil ropntgen tidak mendukung TB, penderita tersebut bukan TB.

UPK yang tidak memiliki fasilitas rontgen, penderita dapat dirujuk untuk difoto rontgen dada. 

Setiap tanggal 24 Maret diperingati sebagai hari Tuberkulosis (TBC) sedunia.

Tidaklah berlebihan kalau dikatakan bahwa bakteri mycobacterium tuberculosis yang menyebabkan TBC adalah bekteri pembunuh massal. 

WHO memperkirakan bakteri ini membunuh sekitar 2 juta jiwa setiap tahunnya. Antara tahun 2002-2020 diperkirakan sekitar 1 miliar manusia akan terinfeksi. 

Dengan kata lain pertambahan jumlah infeksi lebih dari 56 juta tiap tahunnya. 

Biasanya 5-10 persen di antara infeksi berkembang menjadi penyakit, dan 40 persen di antara yang berkembang menjadi penyakit berakhir dengan kematian.

Jika dihitung, pertambahan jumlah pasien TBC akan bertambah sekitar 2,8-5,6 juta setiap tahun, dan 1,1-2,2 juta jiwa meninggal setiap tahun karena TBC. 

Perkiraan WHO, yakni 2 juta jiwa meninggal tiap tahun, adalah berdasarkan perhitungan ini. 

Angka ini adalah angka yang besar, karena 2-4 orang terinfeksi setiap detik, dan hampir 4 orang setiap menit meninggal karena TBC ini. 

Kecepatan penyebaran TBC bisa meningkat lagi sesuai dengan peningkatan penyebaran HIV/AIDS dan munculnya bakteri TBC yang resisten terhadap obat.

Selain itu migrasi manusia juga mempercepat penyebaran TBC. Di Amerika Serikat, hampir 40 persen dari penderita TBC adalah orang yang lahir di luar negeri. 

Mereka imigrasi ke Amerika dan menjadi sumber penyebaran TBC. 

Begitu juga dengan meningkatnya jumlah pengungsi akibat perang dengan lingkungan yang tidak sehat sehingga memudahkan penyebaran TBC. 

Diperkirakan sebanyak 50 persen dari pengungsi di dunia berpeluang terinfeksi TBC.

Di kawasan Asia Tenggara, data WHO menunjukan bahwa TBC membunuh sekitar 2.000 jiwa setiap hari. 

Dan sekitar 40 persen dari kasus TBC di dunia berada di kawasan Asia Tenggara. 

Dua di antara tiga negara dengan jumlah penderita TBC terbesar di dunia, yaitu India dan Indonesia, berada di wilayah ini. 

Indonesia berada di bawah India, dengan jumlah penderita terbanyak di dunia, diikuti Cina di peringkat kedua.

Dibandingkan dengan penyakit menular lainnya, TBC juga menjadi pembunuh nomor satu di kawasan ini, di mana jumlahnya 2-3 kali jumlah kematian yang disebabkan oleh HIV/AIDS yang berada di peringkat kedua. 

Sementara itu, penyakit tropis seperti demam berdarah dengue (DBD) tidak sampai sepersepuluhnya. 

Kita bisa membayangkan betapa seriusnya masalah TBC ini. Karena itu, perlu kita sadari kembali bahwa TBC adalah penyakit yang sangat perlu mendapat perhatian untuk ditanggulangi. 

Karena bakteri mycobacterium tuberculosis sangat mudah menular melalui udara pada saat pasien TBC batuk atau bersin, bahkan pada saat meludah dan berbicara. 

Satu penderita bisa menyebarkan bakteri TBC ke 10-15 orang dalam satu tahun.

Terapi TBC

Karena yang menjadi sumber penyebaran TBC adalah penderita TBC itu sendiri, pengontrolan efektif TBC mengurangi pasien TBC tersebut. 

Ada dua cara yang tengah dilakukan untuk mengurangi penderita TBC saat ini, yaitu terapi dan imunisasi. 

Untuk terapi, WHO merekomendasikan strategi penyembuhan TBC jangka pendek dengan pengawasan langsung atau dikenal dengan istilah DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse Chemotherapy). 

Dalam strategi ini ada tiga tahapan penting, yaitu mendeteksi pasien, melakukan pengobatan, dan melakukan pengawasan langsung.

Deteksi atau diagnosa pasien sangat penting karena pasien yang lepas dari deteksi akan menjadi sumber penyebaran TBC berikutnya. 

Seseorang yang batuk lebih dari 3 minggu bisa diduga mengidap TBC. 

Sampai saat ini, diagnosa yang akurat adalah dengan menggunakan mikroskop. 

Diagnosa dengan sinar-X kurang spesifik, sedangkan diagnosa secara molekular seperti Polymerase Chain Reaction (PCR) belum bisa diterapkan.

Jika pasien telah diidentifikasi mengidap TBC, dokter akan memberikan obat dengan komposisi dan dosis sesuai dengan kondisi pasien tersebut. 

Adapun obat TBC yang biasanya digunakan adalah isoniazid, rifampicin, pyrazinamide, streptomycin, dan ethambutol. 

Untuk menghindari munculnya bakteri TBC yang resisten, biasanya diberikan obat yang terdiri dari kombinasi 3-4 macam obat ini.

Dokter atau tenaga kesehatan kemudian mengawasi proses peminuman obat serta perkembangan pasien. 

Ini sangat penting karena ada kecendrungan pasien berhenti minum obat karena gejalanya telah hilang. 

Setelah minum obat TBC biasanya gejala TBC bisa hilang dalam waktu 2-4 minggu. 

Walaupun demikian, untuk benar-benar sembuh dari TBC diharuskan untuk mengkonsumsi obat minimal selama 6 bulan. 

Efek negatif yang muncul jika kita berhenti minum obat adalah munculnya kuman TBC yang resisten terhadap obat. 

Jika ini terjadi, dan kuman tersebut menyebar, pengendalian TBC akan semakin sulit dilaksanakan.

DOTS adalah strategi yang paling efektif untuk menangani pasien TBC saat ini, dengan tingkat kesembuhan bahkan sampai 95 persen. 

DOTS diperkenalkan sejak tahun 1991 dan sekitar 10 juta pasien telah menerima perlakuan DOTS ini. 

Di Indonesia sendiri DOTS diperkenalkan pada tahun 1995 dengan tingkat kesembuhan 87 persen pada tahun 2000.

Angka ini melebihi target WHO, yaitu 85 persen, tapi sangat disayangkan bahwa tingkat deteksi kasus baru di Indonesia masih rendah. 

Berdasarkan data WHO, untuk tahun 2001, tingkat deteksi hanya 21 persen, jauh di bawah target WHO, 70 persen. 

Karena itu, usaha untuk medeteksi kasus baru perlu lebih ditingkatkan lagi.

Imunisasi

Pengontrolan TBC yang kedua adalah imunisasi. 

Imunisasi ini akan memberikan kekebalan aktif terhadap penyaki TBC. 

Vaksin TBC, yang dikenal dengan nama BCG terbuat dari bakteri M tuberculosis strain Bacillus Calmette-Guerin (BCG). 

Bakteri ini menyebabkan TBC pada sapi, tapi tidak pada manusia. 

Vaksin ini dikembangkan pada tahun 1950 dari bakteri M tuberculosis yang hidup (live vaccine), karenanya bisa berkembang biak di dalam tubuh dan diharapkan bisa mengindus antibodi seumur hidup. 

Selain itu, pemberian dua atau tiga kali tidak berpengaruh. 

Karena itu, vaksinasi BCG hanya diperlukan sekali seumur hidup. 

Di Indonesia, diberikan sebelum berumur dua bulan.

Imunisasi TBC ini tidak sepenuhnya melindungi kita dari serangan TBC. 

Tingkat efektivitas vaksin ini berkisar antara 70-80 persen. 

Karena itu, walaupun telah menerima vaksin, kita masih harus waspada terhadap serangan TBC ini. 

Karena efektivitas vaksin ini tidak sempurna, secara global ada dua pendapat tentang imunisasi TBC ini. 

Pendapat pertama adalah tidak perlu imunisasi. 

Amerika Serikat adalah salah satu di antaranya. Amerika Serikat tidak melakukan vaksinasi BCG, tetapi mereka menjaga ketat terhadap orang atau kelompok yang berisiko tinggi serta melakukan diagnosa terhadap mereka. 

Pasien yang terdeteksi akan langsung diobati. 

Sistem deteksi dan diagnosa yang rapi inilah yang menjadi kunci pengontrolan TBC di AS.

Pendapat yang kedua adalah perlunya imunisasi. Karena tingkat efektivitasnya 70-80 persen, sebagian besar rakyat bisa dilindungi dari infeksi kuman TBC. 

Negara-negara Eropa dan Jepang adalah negara yang menganggap perlunya imunisasi. 

Bahkan Jepang telah memutuskan untuk melakukan vaksinasi BCG terhadap semua bayi yang lahir tanpa melakukan tes Tuberculin, tes yang dilakukan untuk mendeteksi ada tidaknya antibodi yang dihasikan oleh infeksi kuman TBC. 

Jika hasil tes positif, dianggap telah terinfeksi TBC dan tidak akan diberikan vaksin. 

10 FAKTA PENTING MENGENAI TBC

Tiap tahun selalu terdapat peningkatan jumlah penderita TBC yang tinggi dibandingkan tahun sebelumnya

TBC membunuh lebih banyak kaum muda dan wanita dibandingkan penyakit menular lainnya.

Terdapat sekitar 2 sampai 3 juta orang meninggal akibat TBC setiap tahun. 

Sesungguhnya setiap kematian akibat TBC itu bisa dihindari.

Setiap detik, ada 1 orang yang meninggal akibat tertular TBC. 

Setiap 4 detik, ada yang sakit akibat tertular TBC.

Setiap tahun 1 % dari seluruh populasi di seluruh dunia terjangkit oleh penyakit TBC.

Sepertiga dari jumlah penduduk di dunia ini sudah tertular oleh kuman TBC (walaupun) belum terjangkit oleh penyakitnya.

Penderita TBC yang tidak berobat dapat menularkan penyakit kepada sekitar 10-15 orang dalam jangka waktu 1 tahun.

Seperti halnya flu, kuman TBC menyebar di udara pada saat seseorang yang menderita TBC batuk dan bersin, meludah atau berbicara. 

Kuman TBC biasanya menyerang paru-paru.

10 FAKTA PENTING MENGENAI TBC & PEREMPUAN

TBC merupakan penyakit menular paling ganas yang menyerang dan membunuh kaum perempuan.

Lebih dari 900 juta wanita di seluruh dunia tertular oleh kuman TBC. 1 juta diantaranya akan meninggal dan 2,5 juta akan segera menderita penyakit tersebut pada tahun ini, Perempuan yang menderita TBC ini berusia antara 15-44 tahun.

TBC merupakan penyakit pembunuh yang paling mematikan bagi perempuan muda usia. 

TBC memiliki andil sekitar 9 % dari kematian berusia 15-44 tahun, dibandingkan penyebab kematian lainnya (akibat perang:4%,HIV:3%,dan penyakit jantung:3 % ).

Perempuan dalam usia reproduksi lebih rentan terhadap TBC dan lebih mungkin terjangkit oleh penyakit TBC dibandingkan pria dari kelompok usia yang sama.

Wanita pada kelompok usia reproduksi juga beresiko lebih tinggi terhadap penuaran HIV.

Di sebagian negara Afrika, jumlah perempuan yang terjangkit TBC lebih besar dibandingkan jumlah penderita pria.

TBC menyebabkan jumlah kematian lebih besar bagi wanita dibandingkan kematian akibat melahirkan.

Di beberapa bagian dunia, stigma atau rasa malu akibat TBC menyebabkan terjadinya isolasi, pengucilan dan perceraian bagi kaum wanita.

Di beberapa bagian dunia, pergerakan kaum perempuan sedang mengusahakan adanya upaya lebih baik penanggulangan penyakit TBC.

APAKAH DOTS ITU ?

DOTS atau kependekan dari Directly Observed Treatment, Short-course adalah strategi penyembuhan TBC jangka pendek dengan pengawasan secara langsung.

Dengan menggunakan startegi DOTS, TBC dapat secara cepat. 

DOTS menekankan pentingnya pengawasan terhadap penderita TBC agar menelan obatnya secara teratur sesuai ketentuan sampai dinyatakan sembuh.

Strategi DOTS memberikan angka kesembuhan yang tinggi, bisa sampai 95 %. 

Startegi DOTS direkomendasikan oleh WHO secara global untuk menanggulangi TBC.

Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen, yaitu :

o Adanya komitmen politis dari pemerintah untuk bersungguh-sungguh menanggulangi TBC. 

o Diagnosis penyakit TBC melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopis

o Pengobatan TBC dengan paduan obat anti-TBC jangka pendek, diawasi secara langsung oleh PMO (Pengawas Menelan Obat).

o Tersedianya paduan obat anti TBC jangka pendek secara konsisten. 

o Pencatatan dan pelaporan mengenai penderita TBC sesuai standar.

Bank dunia menyatakan strategi DOTS merupakan strategi kesehatan yang paling cost effective.

Bangladesh : Dengan strategi DOTS, angka kesembuhan mampu mencapai sekitar 80 %.

Maldives : Angka kesembuhan mencapai angka sekitar 85 % berkat strategi DOTS.

Nepal : Setelah menggunakan DOTS, angka kesembuhan mencapai 85%, sebelumnya hanya mencapai 50%.

China : Tingkat kesembuhan mencapai 90 % dengan DOTS.