Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

TERAPI HUMANISTIK SCHIZOPHRENIA

TERAPI HUMANISTIK SCHIZOPHRENIA



a. Terapi Kelompok.

Banyak masalah emosional menyangkut kesulitan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain, yang dapat menyebabkan seseorang berusaha menghindari relasinya dengan orang lain, mengisolasi diri, sehingga menyebabkan pola penyelesaian masalah yang dilakukannya tidak tepat dan tidak sesuai dengan dunia empiris. 

Dalam menagani kasus tersebut, terapi kelompok akan sangat bermanfaat bagi proses penyembuhan klien, khususnya klien schizophrenia.

Terapi kelompok ini termasuk salah satu jenis terapi humanistik. 

Pada terapi ini, beberapa klien berkumpul dan saling berkomunikasi dan terapist berperan sebagai fasilitator dan sebagai pemberi arah di dalamnya. 

Di antara peserta terapi tersebut saling memberikan feedback tentang pikiran dan perasaan yang dialami oleh mereka. 

Klien dihadapkan pada setting sosial yang mengajaknya untuk berkomunikasi, sehingga terapi ini dapat memperkaya pengalaman mereka dalam kemampuan berkomunikasi. 

Di rumah sakit jiwa, terapi ini sering dilakukan.

Melalui terapi kelompok ini iklim interpersonal relationship yang konkrit akan tercipta, sehingga klien selalu diajak untuk berpikir secara realistis dan menilai pikiran dan perasaannya yang tidak realistis.

b. Terapi Keluarga.

Terapi keluarga ini merupakan suatu bentuk khusus dari terapi kelompok. 

Kelompoknya terdiri atas suami istri atau orang tua serta anaknya yang bertemu dengan satu atau dua terapist.

Terapi ini digunakan untuk penderita yang telah keluar dari rumah sakit jiwa dan tinggal bersama keluarganya. 

Ungkapan-ungkapan emosi dalam keluarga yang bisa mengakibatkan penyakit penderita kambuh kembali diusahakan kembali. 

Keluarga diberi informasi tentang cara-cara untuk mengekspresikan perasaan-perasaan, baik yang positif maupun yang negatif secara konstruktif dan jelas, dan untuk memecahkan setiap persoalan secara bersama-sama. 

Keluarga diberi pengetahuan tentang keadaan penderita dan cara-cara untuk menghadapinya. 

Keluarga juga diberi penjelasan tentang cara untuk mendampingi, mengajari, dan melatih penderita dengan sikap penuh penghargaan. 

Perlakuan-perlakuan dan pengungkapan emosi anggota keluarga diatur dan disusun sedemikian rupa serta dievaluasi.

Dari beberapa penelitian, seperti yang dilakukan oleh Fallon, ternyata campur tangan keluarga sangan membantu dalam proses penyembuhan, atau sekurang-kurangnya mencegah kambuhnya penyakit penderita, dibandingkan dengan terapi-terapi secara individual.

Schizophrenia merupakan gangguan mental klasifikasi berat dan kronik (psikotik). 

Secara umum ditandai oleh   distorsi pikiran, persepsi yang khas, dan gangguan afek yang tidak wajar.

Schizophrenia disebabkan oleh hal yang multikompleks, seperti ketidakseimbangan neurotransmitter di otak, faktor edukasi dan perkembangan mental sejak masa anak-anak,stressor psikososial berat yang menumpuk, dengan sifat perjalanan penyakit yang progresif, cenderung menahun, (kronik), eksaserbasi (kumat-kumatan), sehingga terkesan penderita tidak bisa disembuhkan seumur hidup.

Gejala-gejala gangguan schizophrenia yang kronik dan itu-itu saja telah membuat situasi pengobatan di dalam maupun di luar Rumah Sakit Jiwa menjadi monoton dan   menjemukan. Para spikiater dan petugas kesehatan terkondisi untuk menangani schizophrenia dengan obat saja selain terapi kejang listrik (ECT). 

Dan dalam perkembangan obat-obatan, pada 2-3 tahun terakhir ini obat-obatan psikotropik anti schizophrenia bermunculan dan mulai digunakan. 

Obat-obatan ini diyakini mampu memberikan kualitas kesembuhan yang lebih baik, terutama bagi yang sudah resisten dengan obat-obat lama. Namun obat-obatan tersebut memiliki harga yang cukup tinggi. Hal tersebut menjadi masalah dan kendala yang sangat besar bagi kesembuhan para penderita schizophrenia yang umumnya berasal dari golongan sosial ekonomi rendah.

Beberapa hal yang mengejutkan adalah bahwa dalam  beberapa kongres dan seminar psikiatri dalam skala internasional telah  menunjukkan keunggulan dari kegunaan psikoterapi terhadap kasus-kasus psikiatri. 

Rupanya ada gelombang besar optimisme akan kesembuhan schizophrenia di dunia dengan terapi yang lebih komprehensif. 

Mungkin dibutuhkan reformasi pula dalam pengobatan schizophrenia di Indonesia dengan paradigma yang lebih optimis tentang kesembuhan penderita yang bisa dicapai dengan penanganan yang lebih komprehensif.